Guncangan gempa bumi
Pusat gempa bumi (episentrum) berada di darat, sekitar Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala. Guncangan gempa bumi ini dilaporkan telah dirasakan cukup kuat di sebagian besar provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan sebagian Kalimantan Timur[11]serta Sulawesi Selatan[12], Gorontalo, dan Sulawesi Utara.[13] Di Makassar misalnya, getaran sempat dirasakan beberapa detik. Di Menara Bosowa, karyawan berlarian meninggalkan gedung. Di Palopo, Sulawesi Selatan, guncangan membuat warga berlarian meninggalkan rumah. Di Samarinda, gempa turut dirasakan sampai warga keluar berhamburan dari gedung dan pusat perbelanjaan.[14] Di Balikpapan, guncangan gempa turut dirasakan di rusunawa, dan hotel.[15] Secara umum gempa dirasakan berintensitas kuat selama 2-10 detik. Dengan memperhatikan lokasi episentrum dan kedalaman hiposenttrum gempa bumi, tampak bahwa gempa bumi dangkal ini terjadi akibat aktivitas di zona sesar Palu Koro. Sesar ini merupakan sesar yang teraktif di Sulawesi, dan bisa pula disenut paling aktif di Indonesia dengan pergerakan 7 cm pertahun. Sesar yang diteliti di LIPI baru sampai sesar darat. Sedangkan sesar di laut sama sekali nihil dari penelitian.[16] Menurut Sutopo Purwo Nugroho, gempa bumi yang terjadi "merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas sesar Palu Koro, yang dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme pergerakan dari struktur sesar mendatar mengiri (slike-slip sinistral)".[17] Sehubungan gempa ini, Wahyu W. Pandoes dari pihak BPPT menyatakan bahwa gempa ini berkekuatan 2,5 × 1020 Nm atau setara 3 × 106 ton TNT. Ini serupa 200 kali bom Hiroshima.[18]
Likuefaksi
Akibat guncangan gempa bumi, beberapa saat setelah puncak gempa terjadi muncul gejala likuefaksi (pencairan tanah) yang memakan banyak korban jiwa dan material[19]. Dua tempat yang paling nyata mengalami bencana ini adalah Kelurahan Petobo dan Perumnas Balaroa di Kota Palu.[20] Balaroa ini terletak di tengah-tengah sesar Palu-Koro. Saat terjadinya likuifaksi, terjadi kenaikan dan penurunan muka tanah. Beberapa bagian amblas 5 meter, dan beberapa bagian naik sampai 2 meter.[21] Di Petobo, ratusan rumah tertimbun lumpur hitam dengan tinggi 3-5 meter. Terjadi setelah gempa, tanah di daerah itu dengan lekas berubah jadi lumpur yang dengan segera menyeret bangunan-bangunan di atasnya. Di Balaroa, rumah amblas, bagai terisap ke tanah.[8] Adrin Tohari, peneliti LIPI, ada menyebut bahwa di bagian tengah zona Sesar Palu-Koro, tersusun endapan sedimen yang berumur muda, dan belum lagi terkonsolidasi/mengalami pemadatan. Karenanya ia rentan mengalami likuefaksi jika ada gempa besar.[8]
Laporan dan rekaman likuefaksi juga muncul dari perbatasan Kabupaten Sigi dengan Kota Palu.[22] Lumpur muncul dari bawah permukaan tanah dan menggeser tanah hingga puluhan meter dan akhirnya menenggelamkan bangunan dan korban hidup-hidup. Menurut data, likuefaksi yang terjadi di Perumnas Balaroa menenggelamkan sekitar 1.747 unit rumah; sementara di Kelurahan Petobo sekitar 744 unit rumah tenggelam. Jumlah korban jiwa belum dapat dikumpulkan hingga 2 Oktober 2018.[20]
Sebagai akibat dari likuefaksi ini, sampai 3 Oktober, tim SAR menemukan korban di Perumnas Balaroa 48 orang meninggal dunia, dan di Petobo 36 orang, juga meninggal dunia. Di Jono Oge, Kabupaten Sigi, mencapai 202 hektar, 36 bangunan rusak, dan 168 lain juga kemungkinan rusak. Di Petobo, Palu, luasan mencapai 180 hektar, bangunan rusak 2.050, dan bangunan mungkin rusak 168. Di Petobo, tujuh alat berat dikerahkan. Di wilayah Balaroa luasan mencapai 47,8 hektar, menyebabkan 1.045 bangunan rusak, lima alat berat dikerahkan.[21] Di luar Petobo dan Balaroa, terjadi pula kerusakan parah di Desa Tosale, Desa Towale, dan Desa Loli, Kabupaten Donggala.[21] Adapun dalam bidang infrastruktur, daerah Kecamatan Sigi Biromaru, Sigi, ada Jalur Palu-Napu yang jadi akses untuk ke Poso, terutama lembah Napu. Terlihat, jalan aspal terbuka menganga, didapati kebun jagung dan kelapa terseret ke kampung itu. Tanah retak, bergelombang. Aspal terperosok hingga kedalaman lebih dari 3 meter. Lahan juga terlihat bergelombang.[23]
Tsunami
Gempa bumi ini dinyatakan berpotensi tsunami oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sehingga dikeluarkan peringatan dini tsunami untuk wilayah pesisir pantai Kabupaten Donggala, Kota Palu dan sebagian pesisir utara Kabupaten Mamuju. Tsunami diprediksi memiliki ketinggian 0,5 – 3 meter dengan waktu tiba di Kota Palu pukul 18.22 WITA. Pukul 18.27 WITA terjadi kenaikan air muka laut 6 cm di pesisir Kabupaten Mamuju.[24] BNPB mengeluarkan asbab daripada terjadinya tsunami ini. Menurut BNPB, tsunami ini sebabnya adalah adanya kelongsoran sedimen dalam laut yang mencapai 200-300 meter. Sutopo Purwo Nugroho, pihak Humas BNPB lebih lanjut menyatakan bahwa sendimen tersebut belum terkonsolidasi dengan kuat sehingga ketika diguncang gempa terjadi longsor. Di lain tempat selain Donggala, adanya gempa lokal yang membuat tsunami tak sebesar di Donggala.[25] Di Teluk Palu yang jaraknya lebih dekat dengan pusat gempa diperkirakan terlebih dahulu mengalami tsunami setinggi 1,5 meter. Pukul 18.37 WITA, BMKG mengakhiri peringatan dini tsunami akibat gempa ini.[26] Fakta terbaru menyebut bahwa titik tertinggi tsunami tercatat 11,3 meter, terjadi di Desa Tondo, Palu Timur, Kota Palu. Sedangkan titik terendah tsunami tercatat 2,2 meter, terjadi di Desa Mapaga, Kabupaten Donggala. Baik di titik tertinggi maupun titik terendah, tsunami menerjang pantai, menghantam permukiman, hingga gedung-gedung dan fasilitas umum.[27]
Kompas melaporkan sebuah survei gabungan tim Indonesia-Jepang. Abdul Muhari dari Kementerian KKP dan Fumihiko Imamura dari Universitas Tohoku menyebut landaan tsunami (inundation distance) hanyalah 200-300 meter dari bibir pantai, dan tinggi tsunami di darat (inundation depth) hanya 2-5 meter. Karakter ini menunjukkan bahwa tsunami ini bergelombang pendek. Ini berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh hasil pernyataan BMKG, bahw atsunami di Palu mencapai 6-7 meter, dan bahkan ada yang menyebut bahwa sampai 11,31 meter. Data juga mengonfirmasi, bahwa tsunami terjadi kurang sebelum 10 menet.[28] Selain itu pula, survei mengonfirmasi bahwa tsunami terjadi setelah adanya longsoran bawah laut pasca gempa. Melihat keberulangan tsunami yang rata-rata terjadi 30 tahun sekali, maka hasil survei ini pula merekomendasikan agar pesisir Palu jadi ruang terbuka saja, tidak tempat hunian. Survei ini melibatkan Kapal Baruna Jaya BPPT, dan Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AU. Diharapkan, hasil survei berguna untuk pembelajaran dan pembangunan kembali Kota Palu.[28]
Dampak dan korban
Pada awalnya, 1 orang tewas dan 10 orang luka-luka dikabarkan akibat gempa pertama berkekuatan 6,0 Mw pukul 15.00 WITA.[29] Namun begitu, angka begitu cepat meningkat, sampai diketahuilah jumlah korban telah sampai 420 orang meninggal.[30] Pada Selasa 2 Oktober, Sutopo mengabarkan bahwa, korban meninggal telah mencapai 1234 orang. Adapun jumlah orang tertimbun yang dilaporkan masyarakat telah mencapai 152 orang.[31] Orang yang terluka dibawa ke rumah sakit untuk cepat mendapatkan perawatan. Korban yang tewas maupun yang terluka, merupakan korban tertimpa bangunan yang roboh. BPBD Kabupaten Donggala juga menyatakan bahwa puluhan rumah rusak karena adanya gempa ini.[32]
Sementara akibat gempa 7,4 Mw yang disusul Tsunami di Kota Palu hingga Sabtu, 29 September 2018, pukul 15.00 WITA korban tewas mencapai 844 jiwa,[33] lebih dari 500 orang luka berat, 29 orang hilang[34] dan sebanyak 65.733 rumah rusak menurut Kapendam Kodam XIII Merdeka Kolonel (Inf) M Thohir.[4] Dari antara orang-orang yang hilang itu, sebanyak satu keluarga sebanyak 5 orang hilang di tengah tsunami di Pantai Talise.[35] Dari antara 400 lebih orang yang meninggal itu, baru teridentifikasi sebanyak 97 orang. Sejumlah tempat rata dengan tanah. Sepanjang cakrawala, ternampaklah kayu yang bersepah di mana-mana, pepuingan, dan atap-atap yang terserak. Jalan raya juga terkena longsor akibat gempa ini.[36] Menurut laporan Kompas mengutip dari seorang saksi, bahwa banyak sekali mayat yang tewas bergelimpangan di pantai. Dilaporkan bahwa kondisi korban meninggal dunia sangat memprihantinkan. Jenazah dilaporkan bercampur dengan puing-puing material yang beserakan.[37] Seorang warga Korsel dilaporkan hilang dalam bencana ini. Dikabarkan bahwa ia ditelpon pada pukul 16.50, dan telpon itu tidak diangkatnya. Orang Indonesia yang pergi bersamanya juga tak dapat ditelpon.[38]
Terakhir, setelah diumumkan oleh BNPB pada 10 Oktober bahwa korban meninggal gfempa itu mencapai 2.045 orang, didapati paling banyak ada di Palu sebesar 1.636 orang dan disusul Sigi kemudian Parigi. Sementara itu, korban yang mengungsi sebanyak 82.775 orang, dan 8.731 orang pengungsi berad di luar Sulawesi.[39]
Sebagai akibat dari guncangan gempa ini, Hotel Roa-Roa yang ada di Jalan Pattimura Palu, juga Rumah Sakit Anuntapura di Jalan Kangkung, yang berlantai 4, juga roboh. Mal terbesar di Palu, Mal Tatura, juga roboh. Ada puluhan sampai ratusan orang yang terjebak di dalamnya.[40] Tsunami di Palu sampai membuat KM Sabuk Nusantara terhempas puluhan meter dari Pelabuhan Wani. Pelabuhan itu sendiri rusak pula dermaga dan bangunannya. Pelabuhan Pantoloan rusak paling parah di sana. Quay crane atau keran peti kemas yang biasa digunakan untuk bongkar muat peti kemas juga roboh.[41]Dari sejumlah foto yang beredar, gempa Palu tergolong dahsyat. Kios-kios di pesisir Teluk Palu atau Pantai Talise tersapu gelombang besar. Jembatan Kuning yang merupakan ikon kota Palu turut ambruk.[14] Terlihat di Teluk Talise, reruntuhan jembatan yang memisah antara Palu Barat dan Palu Utara. Selain itu, terlihat juga Masjid Arqam Bab Al Rahman atau Masjid Apung Palu yang roboh masuk ke dalam laut. Terlihat pula reruntuhan menara ATC Bandara Mutiara Sis Al Jufri Palu serta kerusakan di pelabuhan.[42] Sebagai akibat daripada kerusakan pada Bandara Palu pula, bandara ini telah ditutup pada hari Jumat pukul 07.26 malam sampai 7.20 malam.[43] Dilaporkan, Sigi, Parigi Moutong dan Donggala juga terdampak gempa ini. Jaringan air bersih, listrik, dan bahan bakar minyak menjadi sulit diakses.[44]Perhubungan komunikasi antara Donggala dan Palu menjadi sulit diakses akibat tak berfungsinya ratusan BTS tersebut.[45][46] Kemenkominfo menyatakan bahwa dari antara 3007 BTS, ada 431 BTS yang tak berfungsi, yakni 14,31%nya. Ini disebakan oleh karena mereka tidak mendapatkan akses listrik. ada beberapa jaringan telekomunikasi dari Palu ke Santigi, Mamuju, dan Poso terputus akibat gempa bumi berkekutan 7,4 skala richter itu.[47] Menurut sumber Kumparan.com, apa-apa sudah mulai pada susah. BBM ada yang dijual Rp 100 ribu perbotol mineral. Kondisi lalu lintas pun menjadi semrawut, macet pun tak terhindarkan. Mobil dan motor tertahan di jalan raya karena mogok kehabisan bahan bakar. Selain itu, air bersih mulai sulit dicari dan listrikpun padam.[48] Pada Jumat malam, ratusan warga Mamuju telah pergi mengungsi karena khawatir akan datangnya tsunami.[14]Kemudian akibat dari bencana ini, sekitar 16000 korban gempa mengungsi,[49] pada 24 titik di kota Palu.
0 Comments:
Posting Komentar